Asam
nukleat
1) Asam
nukleat (bahasa Inggris: nucleic
acid) adalah makromolekul biokimia
yang kompleks, berbobot molekul tinggi, dan tersusun atas
rantai nukleotida
yang mengandung informasi genetik. Asam nukleat yang
paling umum adalah Asam deoksiribonukleat (DNA) and Asam ribonukleat (RNA). Asam nukleat ditemukan
pada semua sel
hidup serta pada virus.
Asam
nukleat dinamai demikian karena keberadaan umumnya di dalam inti (nukleus) sel.
Asam nukleat merupakan biopolimer,
dan monomer
penyusunnya adalah nukleotida.
Setiap nukleotida terdiri dari tiga komponen, yaitu sebuah basa
nitrogen heterosiklik (purin
atau pirimidin), sebuah gula pentosa,
dan sebuah gugus fosfat.
Jenis asam nukleat dibedakan oleh jenis gula yang terdapat pada rantai asam
nukleat tersebut (misalnya, DNA atau asam deoksiribonukleat mengandung 2-deoksiribosa). Selain itu, basa nitrogen
yang ditemukan pada kedua jenis asam nukleat tersebut memiliki perbedaan: adenina, sitosina,
dan guanina
dapat ditemukan pada RNA maupun DNA, sedangkan timina
dapat ditemukan hanya pada DNA dan urasil
dapat ditemukan hanya pada RNA.
2)
Struktur Molekul
Asam
nukleat merupakan salah satu makromolekul yang memegang peranan sangat penting
dalam kehidupan organisme karena di dalamnya tersimpan informasi genetik. Asam
nukleat sering dinamakan juga polinukleotida
karena tersusun dari sejumlah molekul nukleotida sebagai monomernya. Tiap
nukleotida mempunyai struktur yang terdiri atas gugus fosfat, gula pentosa,
dan basa nitrogen atau basa nukleotida (basa N).
Ada
dua macam asam nukleat, yaitu asam
deoksiribonukleat atau deoxyribonucleic
acid (DNA) dan asam ribonukleat atau ribonucleic acid (RNA). Dilihat dari strukturnya,
perbedaan di antara kedua macam asam nukleat ini terutama terletak pada
komponen gula pentosanya. Pada RNA gula pentosanya adalah ribosa, sedangkan
pada DNA gula pentosanya mengalami kehilangan satu atom O pada posisi C nomor
2’ sehingga dinamakan gula 2’-deoksiribosa (Gambar 2.1.b).
Perbedaan
struktur lainnya antara DNA dan RNA adalah pada basa N-nya. Basa N, baik pada
DNA maupun pada RNA, mempunyai struktur berupa cincin aromatik heterosiklik
(mengandung C dan N) dan dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu purin dan pirimidin. Basa purin mempunyai dua buah cincin (bisiklik),
sedangkan basa pirimidin hanya mempunyai satu cincin (monosiklik). Pada DNA,
dan juga RNA, purin terdiri atas adenin
(A) dan guanin (G). Akan tetapi, untuk pirimidin ada perbedaan antara DNA
dan RNA. Kalau pada DNA basa pirimidin terdiri atas sitosin (C) dan timin (T),
pada RNA tidak ada timin dan sebagai gantinya terdapat urasil (U). Timin berbeda dengan urasil hanya karena adanya gugus
metil pada posisi nomor 5 sehingga timin dapat juga dikatakan sebagai
5-metilurasil.
3) Komponen-komponen
asam nukleat
1. gugus fosfat
2. gula pentose
3. basa N
Di
antara ketiga komponen monomer asam nukleat tersebut di atas, hanya basa N-lah
yang memungkinkan terjadinya variasi. Pada kenyataannya memang urutan (sekuens)
basa N pada suatu molekul asam nukleat merupakan penentu bagi spesifisitasnya.
Dengan perkataan lain, identifikasi asam nukleat dilakukan berdasarkan atas
urutan basa N-nya sehingga secara skema kita bisa menggambarkan suatu molekul
asam nukleat hanya dengan menuliskan urutan basanya saja.
4) Nukleosida
dan nukleotida
Penomoran
posisi atom C pada cincin gula dilakukan menggunakan tanda aksen (1’, 2’, dan
seterusnya), sekedar untuk membedakannya dengan penomoran posisi pada cincin
basa. Posisi 1’ pada gula akan berikatan dengan posisi 9 (N-9) pada basa
purin atau posisi 1 (N-1) pada basa pirimidin melalui ikatan glikosidik atau glikosilik (Gambar 2.2).
Kompleks gula-basa ini dinamakan nukleosida.
Di
atas telah disinggung bahwa asam nukleat tersusun dari monomer-monomer berupa
nukleotida, yang masing-masing terdiri atas sebuah gugus fosfat, sebuah gula
pentosa, dan sebuah basa N. Dengan demikian, setiap nukleotida pada asam
nukleat dapat dilihat sebagai nukleosida monofosfat. Namun, pengertian
nukleotida secara umum sebenarnya adalah nukleosida dengan sebuah atau lebih
gugus fosfat. Sebagai contoh, molekul ATP (adenosin trifosfat) adalah
nukleotida yang merupakan nukleosida dengan tiga gugus fosfat.
Jika
gula pentosanya adalah ribosa seperti halnya pada RNA, maka nukleosidanya dapat
berupa adenosin, guanosin, sitidin, dan uridin. Begitu pula, nukleotidanya akan
ada empat macam, yaitu adenosin monofosfat, guanosin monofosfat, sitidin
monofosfat, dan uridin monofosfat. Sementara itu, jika gula pentosanya adalah
deoksiribosa seperti halnya pada DNA, maka (2’-deoksiribo)nukleosidanya terdiri
atas deoksiadenosin, deoksiguanosin, deoksisitidin, dan deoksitimidin.
5) Ikatan
fosfodiester
Selain
ikatan glikosidik yang menghubungkan gula pentosa dengan basa N, pada asam
nukleat terdapat pula ikatan kovalen melalui gugus fosfat yang menghubungkan
antara gugus hidroksil (OH) pada posisi 5’ gula pentosa dan gugus hidroksil
pada posisi 3’ gula pentosa nukleotida berikutnya. Ikatan ini dinamakan ikatan fosfodiester karena secara
kimia gugus fosfat berada dalam bentuk diester (Gambar 2.2).
Oleh
karena ikatan fosfodiester menghubungkan gula pada suatu nukleotida dengan gula
pada nukleotida berikutnya, maka ikatan ini sekaligus menghubungkan kedua
nukleotida yang berurutan tersebut. Dengan demikian, akan terbentuk suatu
rantai polinukleotida yang masing-masing nukleotidanya satu sama lain
dihubungkan oleh ikatan fosfodiester.
Kecuali
yang berbentuk sirkuler, seperti halnya pada kromosom dan plasmid bakteri,
rantai polinukleotida memiliki dua ujung. Salah satu ujungnya berupa gugus
fosfat yang terikat pada posisi 5’ gula pentosa. Oleh karena itu, ujung ini
dinamakan ujung P atau ujung 5’. Ujung yang lainnya
berupa gugus hidroksil yang terikat pada posisi 3’ gula pentosa sehingga ujung
ini dinamakan ujung OH atau ujung 3’. Adanya ujung-ujung tersebut menjadikan
rantai polinukleotida linier mempunyai arah tertentu.
Pada
pH netral adanya gugus fosfat akan menyebabkan asam nukleat bermuatan negatif.
Inilah alasan pemberian nama ’asam’ kepada molekul polinukleotida meskipun di
dalamnya juga terdapat banyak basa N. Kenyataannya, asam nukleat memang
merupakan anion asam kuat atau merupakan polimer yang sangat bermuatan negatif.
6) Sekuens
asam nukleat
Telah
dikatakan di atas bahwa urutan basa N akan menentukan spesifisitas suatu
molekul asam nukleat sehingga biasanya kita menggambarkan suatu molekul asam
nukleat cukup dengan menuliskan urutan basa (sekuens)-nya saja. Selanjutnya,
dalam penulisan sekuens asam nukleat ada kebiasaan untuk menempatkan ujung 5’
di sebelah kiri atau ujung 3’ di sebelah kanan. Sebagai contoh, suatu sekuens
DNA dapat dituliskan 5’-ATGACCTGAAAC-3’ atau suatu sekuens RNA dituliskan
5’-GGUCUGAAUG-3’.
Jadi,
spesifisitas suatu asam nukleat selain ditentukan oleh sekuens basanya, juga
harus dilihat dari arah pembacaannya. Dua asam nukleat yang memiliki sekuens
sama tidak berarti keduanya sama jika pembacaan sekuens tersebut dilakukan dari
arah yang berlawanan (yang satu 5’→ 3’, sedangkan yang lain 3’→ 5’).
7) Struktur
tangga berpilin (double helix) DNA
Dua
orang ilmuwan, J.D.Watson dan F.H.C.Crick, mengajukan model struktur molekul
DNA yang hingga kini sangat diyakini kebenarannya dan dijadikan dasar dalam
berbagai teknik yang berkaitan dengan manipulasi DNA. Model tersebut dikenal
sebagai tangga berplilin (double
helix). Secara alami DNA pada umumnya mempunyai struktur molekul
tangga berpilin ini.
Model
tangga berpilin menggambarkan struktur molekul DNA sebagai dua rantai
polinukleotida yang saling memilin membentuk spiral dengan arah pilinan ke kanan. Fosfat dan gula pada
masing-masing rantai menghadap ke arah luar sumbu pilinan, sedangkan basa N
menghadap ke arah dalam sumbu pilinan dengan susunan yang sangat khas sebagai
pasangan – pasangan basa antara kedua rantai. Dalam hal ini, basa A pada satu
rantai akan berpasangan dengan basa T pada rantai lainnya, sedangkan basa G
berpasangan dengan basa C. Pasangan-pasangan basa ini dihubungkan oleh ikatan hidrogen yang lemah
(nonkovalen). Basa A dan T dihubungkan oleh ikatan hidrogen rangkap dua,
sedangkan basa G dan C dihubungkan oleh ikatan hidrogen rangkap tiga. Adanya
ikatan hidrogen tersebut menjadikan kedua rantai polinukleotida terikat satu
sama lain dan saling komplementer.
Artinya, begitu sekuens basa pada salah satu rantai diketahui, maka sekuens
pada rantai yang lainnya dapat ditentukan.
Oleh
karena basa bisiklik selalu berpasangan dengan basa monosiklik, maka jarak
antara kedua rantai polinukleotida di sepanjang molekul DNA akan selalu tetap.
Dengan perkataan lain, kedua rantai tersebut sejajar. Akan tetapi, jika rantai
yang satu dibaca dari arah 5’ ke 3’, maka rantai pasangannya dibaca dari arah
3’ ke 5’. Jadi, kedua rantai tersebut sejajar tetapi berlawanan arah (antiparalel).
8) Model
struktur tangga berpilin DNA
P = fosfat, S =gula, A = adenin,,
G = guanin, C = sitosin, dan T =timin
Jarak
antara dua pasangan basa yang berurutan adalah 0,34 nm. Sementara itu, di dalam
setiap putaran spiral terdapat 10 pasangan basa sehingga jarak antara dua basa
yang tegak lurus di dalam masing-masing rantai menjadi 3,4 nm. Namun, kondisi
semacam ini hanya dijumpai apabila DNA berada dalam medium larutan fisiologis
dengan kadar garam rendah seperti halnya yang terdapat di dalam protoplasma sel
hidup. DNA semacam ini dikatakan berada dalam bentuk B atau bentuk yang sesuai
dengan model asli Watson-Crick. Bentuk yang lain, misalnya bentuk A, akan
dijumpai jika DNA berada dalam medium dengan kadar garam tinggi. Pada bentuk A
terdapat 11 pasangan basa dalam setiap putaran spiral. Selain itu, ada pula
bentuk Z, yaitu bentuk molekul DNA yang mempunyai arah pilinan spiral ke kiri.
Bermacam-macam bentuk DNA ini sifatnya fleksibel, artinya dapat berubah dari
yang satu ke yang lain bergantung kepada kondisi lingkungannya.
9) Modifikasi
struktur molekul RNA
Tidak
seperti DNA, molekul RNA pada umumnya berupa untai tunggal sehingga tidak
memiliki struktur tangga berpilin. Namun, modifikasi struktur juga terjadi
akibat terbentuknya ikatan hidrogen di dalam untai tunggal itu sendiri
(intramolekuler).
Dengan
adanya modifikasi struktur molekul RNA, kita mengenal tiga macam RNA, yaitu RNA duta atau messenger RNA (mRNA), RNA pemindah atau transfer
RNA (tRNA), dan RNA ribosomal (rRNA). Struktur mRNA
dikatakan sebagai struktur primer, sedangkan struktur tRNA dan rRNA dikatakan
sebagai struktur sekunder. Perbedaan di antara ketiga struktur molekul RNA
tersebut berkaitan dengan perbedaan fungsinya masing-masing.
10) Sifat-sifat
Fisika-Kimia Asam Nukleat
Di
bawah ini akan dibicarakan sekilas beberapa sifat fisika-kimia asam nukleat.
Sifat-sifat tersebut adalah stabilitas asam nukleat, pengaruh asam, pengaruh
alkali, denaturasi kimia, viskositas, dan kerapatan apung.
11) Stabilitas
asam nukleat
Ketika
kita melihat struktur tangga berpilin molekul DNA atau pun struktur sekunder
RNA, sepintas akan nampak bahwa struktur tersebut menjadi stabil akibat adanya
ikatan hidrogen di antara basa-basa yang berpasangan. Padahal, sebenarnya
tidaklah demikian. Ikatan hidrogen di antara pasangan-pasangan basa hanya akan
sama kuatnya dengan ikatan hidrogen antara basa dan molekul air apabila DNA
berada dalam bentuk rantai tunggal. Jadi, ikatan hidrogen jelas tidak
berpengaruh terhadap stabilitas struktur asam nukleat, tetapi sekedar
menentukan spesifitas perpasangan basa.
Penentu stabilitas struktur asam nukleat terletak pada interaksi penempatan (stacking interactions) antara
pasangan-pasangan basa. Permukaan basa yang bersifat hidrofobik menyebabkan
molekul-molekul air dikeluarkan dari sela-sela perpasangan basa sehingga
perpasangan tersebut menjadi kuat.
12)
Pengaruh asam
Di
dalam asam pekat dan suhu tinggi, misalnya HClO4 dengan suhu lebih
dari 100ºC, asam nukleat akan mengalami hidrolisis sempurna menjadi komponen-komponennya.
Namun, di dalam asam mineral yang lebih encer, hanya ikatan glikosidik antara
gula dan basa purin saja yang putus sehingga asam nukleat dikatakan bersifat apurinik.
13) Pengaruh
alkali
Pengaruh
alkali terhadap asam nukleat mengakibatkan terjadinya perubahan status tautomerik basa. Sebagai
contoh, peningkatan pH akan menyebabkan perubahan struktur guanin dari bentuk
keto menjadi bentuk enolat karena molekul tersebut kehilangan sebuah proton.
Selanjutnya, perubahan ini akan menyebabkan terputusnya sejumlah ikatan
hidrogen sehingga pada akhirnya rantai ganda DNA mengalami denaturasi. Hal yang
sama terjadi pula pada RNA. Bahkan pada pH netral sekalipun, RNA jauh lebih
rentan terhadap hidrolisis bila dibadingkan dengan DNA karena adanya gugus OH
pada atom C nomor 2 di dalam gula ribosanya.
14) Denaturasi
kimia
Sejumlah
bahan kimia diketahui dapat menyebabkan denaturasi asam nukleat pada pH netral.
Contoh yang paling dikenal adalah urea (CO(NH2)2) dan
formamid (COHNH2). Pada konsentrasi yang relatif tinggi,
senyawa-senyawa tersebut dapat merusak ikatan hidrogen. Artinya, stabilitas
struktur sekunder asam nukleat menjadi berkurang dan rantai ganda mengalami
denaturasi.
15)
Viskositas
DNA
kromosom dikatakan mempunyai nisbah
aksial yang sangat tinggi karena diameternya hanya sekitar 2 nm, tetapi
panjangnya dapat mencapai beberapa sentimeter. Dengan demikian, DNA tersebut
berbentuk tipis memanjang. Selain itu, DNA merupakan molekul yang relatif kaku
sehingga larutan DNA akan mempunyai viskositas yang tinggi. Karena sifatnya
itulah molekul DNA menjadi sangat rentan terhadap fragmentasi fisik. Hal ini
menimbulkan masalah tersendiri ketika kita hendak melakukan isolasi DNA yang
utuh.
16)
Kerapatan apung
Analisis
dan pemurnian DNA dapat dilakukan sesuai dengan kerapatan apung (bouyant
density)-nya. Di dalam larutan yang mengandung garam pekat dengan berat
molekul tinggi, misalnya sesium klorid (CsCl) 8M, DNA mempunyai kerapatan yang
sama dengan larutan tersebut, yakni sekitar 1,7 g/cm3. Jika
larutan ini disentrifugasi dengan kecepatan yang sangat tinggi, maka garam CsCl
yang pekat akan bermigrasi ke dasar tabung dengan membentuk gradien kerapatan. Begitu juga, sampel
DNA akan bermigrasi menuju posisi gradien yang sesuai dengan kerapatannya.
Teknik ini dikenal sebagai sentrifugasi
seimbang dalam tingkat kerapatan (equilibrium density gradient
centrifugation) atau sentrifugasi
isopiknik.
Oleh
karena dengan teknik sentrifugasi tersebut pelet RNA akan berada di dasar
tabung dan protein akan mengapung, maka DNA dapat dimurnikan baik dari RNA
maupun dari protein. Selain itu, teknik tersebut juga berguna untuk keperluan
analisis DNA karena kerapatan apung DNA (ρ) merupakan fungsi linier bagi
kandungan GC-nya. Dalam hal ini, ρ = 1,66 + 0,098% (G + C).
17) Sifat-sifat
Spektroskopik-Termal Asam Nukleat
Sifat
spektroskopik-termal asam nukleat meliputi kemampuan absorpsi sinar UV,
hipokromisitas, penghitungan konsentrasi asam nukleat, penentuan kemurnian DNA,
serta denaturasi termal dan renaturasi asam nukleat. Masing-masing akan
dibicarakan sekilas berikut ini.
18) Absorpsi
UV
Asam
nukleat dapat mengabsorpsi sinar UV karena adanya basa nitrogen yang bersifat
aromatik; fosfat dan gula tidak memberikan kontribusi dalam absorpsi UV.
Panjang gelombang untuk absorpsi maksimum baik oleh DNA maupun RNA adalah
260 nm atau dikatakan λmaks = 260 nm. Nilai ini jelas sangat berbeda
dengan nilai untuk protein yang mempunyai λmaks = 280 nm.
Sifat-sifat absorpsi asam nukleat dapat digunakan untuk deteksi, kuantifikasi,
dan perkiraan kemurniannya.
19) Hipokromisitas
Meskipun
λmaks untuk DNA dan RNA konstan, ternyata ada perbedaan nilai yang
bergantung kepada lingkungan di sekitar basa berada. Dalam hal ini, absorbansi
pada λ 260 nm (A260) memperlihatkan variasi di antara
basa-basa pada kondisi yang berbeda. Nilai tertinggi terlihat pada nukleotida
yang diisolasi, nilai sedang diperoleh pada molekul DNA rantai tunggal (ssDNA)
atau RNA, dan nilai terendah dijumpai pada DNA rantai ganda (dsDNA). Efek ini
disebabkan oleh pengikatan basa di dalam lingkungan hidrofobik. Istilah klasik
untuk menyatakan perbedaan nilai absorbansi tersebut adalah hipokromisitas.
Molekul dsDNA dikatakan relatif hipokromik (kurang berwarna) bila dibandingkan
dengan ssDNA. Sebaliknya, ssDNA dikatakan hiperkromik terhadap dsDNA.
20) Penghitungan
konsentrasi asam nukleat
Konsentrasi
DNA dihitung atas dasar nilai A260-nya. Molekul dsDNA dengan
konsentrasi 1mg/ml mempunyai A260 sebesar 20, sedangkan
konsentrasi yang sama untuk molekul ssDNA atau RNA mempunyai A260 lebih
kurang sebesar 25. Nilai A260 untuk ssDNA dan RNA hanya
merupakan perkiraan karena kandungan basa purin dan pirimidin pada kedua
molekul tersebut tidak selalu sama, dan nilai A260 purin
tidak sama dengan nilai A260 pirimidin. Pada dsDNA, yang
selalu mempunyai kandungan purin dan pirimidin sama, nilai A260 -nya
sudah pasti.
21) Kemurnian
asam nukleat
Tingkat
kemurnian asam nukleat dapat diestimasi melalui penentuan nisbah A260
terhadap A280. Molekul dsDNA murni mempunyai nisbah
A260 /A280 sebesar 1,8. Sementara
itu, RNA murni mempunyai nisbah A260 /A280
sekitar 2,0. Protein, dengan λmaks = 280 nm, tentu saja
mempunyai nisbah A260 /A280 kurang
dari 1,0. Oleh karena itu, suatu sampel DNA yang memperlihatkan nilai A260
/A280 lebih dari 1,8 dikatakan terkontaminasi oleh RNA.
Sebaliknya, suatu sampel DNA yang memperlihatkan nilai A260 /A280
kurang dari 1,8 dikatakan terkontaminasi oleh protein.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar